Jumat, 26 Mei 2017

Laporan Kerja Praktek Penyemenan



PERHITUNGAN SLURRY SEMEN PADA PENYEMENAN CASING 20” MENGGUNAKAN METODE SINGLE STAGE DI SUMUR X LAPANGAN Y

LAPORAN KERJA PRAKTIK
Oleh :
ADI YUSTIAR
NIM 124.13.028

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Kelulusan Mata Kuliah Kerja Praktik ( TM-3200 ) Pada Program Studi Teknik Perminyakan.




Gambar terkait


PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNIK DAN DESAIN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS BANDUNG
KOTA DELTAMAS
2016



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara republik yang kaya akan bahan tambang dan mineral terutama dalam hal ini yang berhubungan dengan minyak dan gas bumi sebagai sumber energi. Minyak dan gas bumi masih menjadi primadona dan pilihan utama sebagai sumber energi yang digunakan di tanah air. Selain itu, di Sektor Migas ini juga sebagai penyumbang penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga, perlu ahli di bidangnya dalam mengelola sumber energi tersebut agar dapan dimanfaatkan serta diperoleh dengan cara yang optimal dan ekonomis. Pengembangan lapangan dan pengeboran sumur-sumur baru di Indonesia terus dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi minyak bumi dan gas. Pengembangan lapangan yang dilakukan harus seefisien dan seekonomis mungkin. Salah satu hal yang perlu diperhatikan saat merencanakan pengembangan lapangan ini adalah proses pengeboran. Pada studi ini dalam merencanakan program penyemenan pada casing. Penyemenan atau cementing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian kegiatan industru migas. Salah satu factor yang terpenting dalam penyelesaian sumur adalah bagaimana mendapatkan hasil penyemenan yang memuaskan. Dapat dikatakan penyemenan utama (primary cementing) yang efektif adalah titik balik dari semua dari semua keberhasilan operasi hingga sumur tersebut dapat diproduksikan tanpa masalah. Dengan demikinan operasi penyemenan juga merupakan faktor yang tidak kalah penting dengan yang lainnya.
Untuk menujang keahlian dalam bidang perminyakan ini maka perlu adanya keahlian khusus yang harus dipacu sejak dini dalam mengembangkan karakter masyarakat agr mampu mengelola sumber energi ini, baik dari hulu sampai hilir. Salah satunya tertuang dalam pendidikan tinggi Teknk Perminyakan, Institut Teknologi dan Sains Bandung (ITSB). Oleh karena itu, dengan adanya kerja praktik ini, mampu menjadi program yang dapat mengembangkan karakter serta pengalaman yang berguna bagi mahasiswa mengenai gambaran nyata dunia kerja Industri Perminyakan nasional ataupun internasional.
1.2. Maksud dan Tujuan
Institut Teknologi dan Sains Bandung sebagai salah satu Institusi pendidikan di Indonesia. Melalui program studi Teknik Perminyakan menyadari perlunya penerapan terhadap ilmu-ilmu yang dipelajari di perkuliahan. Oleh karena itu kurikulum yang dicantukan yaitu Kerja Praktik dengan bobot 2 SKS merupakann mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa Teknik Perminyakan ITSB sebagai penunjang pengalaman mahasiswa dalam menerapkan keilmuannya dalam dunia kerja secara nyata. Selain itu, kerja praktik ini diharapkan mampu menjadi sarana pertukaran ilmu dan informasi dari dua arah antara dunia pendidikan dan dunia kerja industri migas.
Pelaksanaan kerja praktik adalah syarat pemenuhan mata kuliah Kerja Praktik (TM-3200) dan merupakan salah satu syarat kelulusan dalam penyelesaian pendidikan sebagai sarjana teknik sesuai kurikulum yang berlaku di Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi dan Sains Bandung, memiliki tujuan :
1.      Dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kegiatan perkuliahan baik berupa teori atau konsep yang berkaitan dengan evaluasi formasi, teknik pemboran, teknik reservoir, teknik produksi, keekonomian, dan materi-materi perkuliahan lain yang telah diajarkan.
2.      Memberikan gambaran tentang tugas dan tanggung jawab serta pengalaman dunia kerja di bidang perminyakan kepada mahasiswa.
3.      Mengetahui secara langsung dan memahami aspek-aspek yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
4.      Mengetahui secara langsung dan memahami organisasi serta workflow suatu pekerjaan di instansi tersebut.
5.      Melakukan  interaksi dan pertukaran informasi yang bermanfaat bagi mahasiswa maupun instansi yang bersangkutan.
1.4. Sisetmatika Penulisan Laporan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I memuat tentang latar belakang, maksud dan tujuan, tempat dan waktu pelaksanaan, serta sistematika penulisan laporan.
BAB II : PROFIL PERUSAHAAN PT.Elnusa Tbk
Bab II memuat tentang sejarah PT.Elnusa Tbk, visi dan misi, struktur perusahaan, tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta sarana dan prasarana.
BAB III : DASAR TEORI
Bab III memuat tentang penyemenan, teknik penyemenan, semen additive, perhitungan pada penyemenan, dan peralatan penyemenan.
BAB IV : METODE PENELITIAN
Bab IV memuat tentang teknik pengumpulan data dan pengolahan data
BAB V : PEMBAHASAN
Bab V membahas jenis additive yang dibutuhkan pada semen, Langkah-langkah penyemenan casing metode single stage cementing menggunakan, casing diagram, data sumur dan perhitungan-perhitungan dalam proses penyemenan
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab VI membahas tentang kesimpulan serta saran dari pengamatan selama kerja praktik terhadap pengukuran yang dilakukan di lokasi selama kegiatan penyemenan berlangsung.





BAB II
PROFIL PERUSAHAAN  

 BAB III
DASAR TEORI
3.1. Penyemenan
Penyemenan adalah proses pendorongan bubur cement ke dalam casing naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai cement tersebut mengeras sehingga mempunyai sifat melekat dengan baik terhadap casing  maupun formasi.
Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk melekatkan casing pada dinding lubang sumur, melindungi casing dari masalah masalah mekanis sewaktu operasi pemboran (seperti getaran), melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosi dan untuk memisahkan zona ynag satu terhadap zona yang lain di belakang casing.
Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua, yaitu Primary Cementing (Penyemenan utama) dan Secundary Cementing atau Remidial Cementing (Penyemenan Kedua atau Penyemenan perbaikan).
Primary Cementing adalah penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah casing diturunkan ke dalam sumur. Sedangkan secondary cementing adalah penyemenan ulang untuk menyempurnakan primary cementing atau memperbaiki penyemenan yang rusak.
3.2. Teknik Penyemenan
Terdapat beberapa system dalam penyemenan utama dan itu semua tergantung kondisi dan jenis casing yang akan disemen. Secara umum penyemenan dibedakan menjadi dua jenis penyemenan yaitu Primary Cementing dan Secondary Cementing
3.2.1. Primary Cementing
Primary cementing adalah proses penyemenan yang dilakukan pertama kali setelah casing di turunkan ke dalam lubang bor. Penyemenan casing pada dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen.
            Penyemenan conductor casing bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi fluida pemboran (lumpur pemboran) terhadap formasi.
            Penyemenan surface casing bertujuan untuk melindungi air tanah agar tidak tercemar dengan fluida pemboran, memperkuat kedudukan surface casing sebagai tempat alat dipasangnya alat BOP (Blow Out Preventer), untuk menahan beban casing yang terdapat di bawahnya dan untuk mencegah terjadinya aliran fluida pemboran atau fluida formasi yang akan melalui surface casing.
            Penyemenan  intermediate casing bertujuan untuk menutup tekanan formasi abnormal atau mengisolasi daerah lost circulation.
            Penyemenan production casing bertujuan untuk mencegah terjadinya aliran antar formasi ataupun aliran fluida formasi yang tidak diinginkan, yang akan memasuki sumur. Selain itu untuk mengisolasi zona produktif yang akan diproduksikan fluida formasi (perforated completion), dan juga untuk mencegah terjadinya korosi pada casing yang disebabkan oleh material-material korosif. Pada primary cementing ada beberapa cara melakukan penyemenan pada casing dengan berbagai kondisi. Yaitu :
1.       Penyemenan Poor Boy
Yaitu penyemenan dengan menggunakan tubing sebagai penghantar cement slurry kedalam lubang sumur biasanya dipakai untuk penyemenan stove pipe dengan memasang pipa tubing pada annulus lubang yang pertama di bor dengan stove pipe, sedangkan untuk conductor casing dengan menggunakan pipa tubing kedalam casing dan didudukan diatas float colar
2.      Penyemenan dengan Stinger
Yaitu penyemenan dengan mengunakan stinger dan drill pipe (DP), sedangkan shoe yang dipakai adalah duplex shoe. Biasanya dipakai untuk penyemenan conductor casing yang berukuran atau berdiameter besar karena stinger digantung diatas float colar
3.      Penyemenan single stage
Yaitu penyemenan dengan menggunakan bottom dan top plug, pada ujung casing dipasang float shoe dan float collar, Sedangkan pada puncak casing dipasang plug container/cementing head. Biasanya untuk penyemenan surface, intermediate dan production casing.


4.      Penyemenan bertingkat (Multi Stage)
Yaitu penyemenan casing dalam satu trayek dilakukan lebih dari satu kali dengan cara bertahap/bertingkat,menggunakan peralatan khusus yaitu multi stage tolls . Pertimbangan dilakukan penyemenan multi stage adalah casing yang di semen panjang dan atau adanya zona loss pada lubang sumur tersebut biasanya untuk penyemenan intermediet dan production casing
3.2.2. Secondary Cementing atau Remidial Cementing
            Setelah operasi  khusus semen dilakukan, seperti Cement Bond Logging (CBL) dan Variable Density Logging (VDL). Kemudian didapati kurang sempurnanya atau adanya kerusakan pada primary cementing, maka dilakukanlah secondary  cementing.
            Secondary cementing dilakukan juga apabila pengeboran gagal mendapatkan minyak dan menutup kembali zona produksi yang diperforasi. Secondary cementing dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu squeeze cementing, Re-sementing dan Plug-back cementing.
1.      Squeeze cementing bertujuan untuk :
Semen desak, yaitu bubur semen dipompakan sampai ke kedalaman tertentu lalu ditekan agar masuk ke dalam lubang perforasi. Tujuannya untuk memperbaiki bonding (ikatan semen di belakang casing) atau untuk menutup perforasi yang akan ditinggalkan. Dalam proses pengeboran ataupun penyelesaian sumur semen desak ini dilaksanakan antara  lain dengan tujuan :
a.       Menutup formasi yang sudah tidak lagi produktif
b.      Menutup zona lost circulation
c.       Memperbaiki kebocoran yang terjadi di casing
2.      Re-cementing
Re-cementing dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang gagal dan untuk memperluas perlindungan casing di atas top semen 
3.      Plug-Back Cementing
            Metoda plug back hampir sama dengan squeeze, hanya pada penyemenan plug back bubur semen dipompakan sampai ke kedalaman tertentu tetapi tidak ditekan. Plug-back cementing dilakukan untuk :
a.       Menutup atau meninggalkan sumur (abandonment well).
b.      Melakukan directional drilling sebagai landasan wipstock, yang dikarenakan adanya perbedaan compressive strenght antara semen dan formasi maka akan mengakibatkan bit berubah arah.
3.3. Jenis-jenis Semen
            API telah melakukan pengklarifikasian semen ke dalam beberapa semen guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan, pengklasifikasian ini berdasarkan pada kondisi sumur, temperature, tekanan dan kandungan yang terdapat pada fluida formasi. Bubuk semen ditempatkan dalam karung atau sack. Berat dari 1 (satu) sack semen adalah 94 lbs pada umumnya. Sedangkan berat jenis dari bubuk semen adalah 3.14 gr/cc.
Bubuk semen yang dipakai dalam penyemenan sumur minyak atau gas berbeda dengan semen yang digunakan untuk bangunan. Sumur minyak mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu, sehingga bubur semen harus disesuaikan pula. American Petroleum Institute telah membuat standar dari bubuk semen yang digunakan untuk menyemen sumur minyak dan gas.
Klasifikasi semen yang dilakukan API terdiri dari :
1.      Kelas A
Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (Permukaan) sampai 6000 ft. Semen ini terdapat dalam tipe biasa (ordinary type) saja, dan mirip dengan semen ASTM C-150 tipe 1.
2.      Kelas B
Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft, dan tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan tinggi (moderate dan high sulfate resistant).
3.      Kelas C
Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft, dan mempunyai sifat high-early strength (proses pengerasannya cepat) semen ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfate resistant


.
4.      Kelas D
Semen Kelas D digunakan untuk kedalaman dari 6000 sampai 12.000 ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
5.       Kelas E
Semen Kelas E ini digunakan untuk kedalaman dari 6000 sampai 14.000 ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
6.      Kelas F
Semen Kelas F digunakan untuk kedalaman dari 10.000 sampai 16.000 ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis high sulfate resistant.
7.      Kelas G
Semen Kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft, dan merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini dapat dipakai untuk sumur.
8.       Kelas H
Semen Kelas digunakan dari kedalaman 0 sampai 4000 ft,dan merupakan pula semen dasar. Dengan penambahan accelerator dan retarder, semen ini dapat digunakan  pada range kedalaman dan temperature yang besar. Semen ini hanya tersedi dalam jenis moderate sulfate resistant
9.      Kelas I
Tersedia untuk tingkat moderate sulfate resistance. Kelas semen dari A sampai F merupakan semen yang tidak ditambah dengan additive dalam penggunaannya, sedangkan untuk kelas G dan H ditambah dengan additive bila diperlukan sehingga cement Kelas G dan H dapat kita kehendaki dan kita inginkan kegunaannya sesuai dengan keperluan pada saat kita akan melakukan penyemenan.
            Jenis semen yang umum dipakai di untuk sumur minyak di indonesia adalah Kelas “G” type HSR (high sulphate resistant). Tidak semua pabrik semen di indonesia memproduksi semen tersebut, karena semen ini mempunyai spesifikasi kandungan kimia yang sudah ditetapkan oleh American Petroleum Institute (API).
3.4. Semen Additives
            Additive (bahan kimia pembantu) adalah bahan kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam bubur semen agar karakteristiknya memenuhi persyaratan yang diinginkan untuk kondisi sumur yang relevan.
Jenis-jenis Additives :
1.      Accelerator
            Accelerator adalah aditif yang dapat mempercepat proses pengerasan suspensi semen. Selain itu dapat juga mempercepat naiknya strength semen dan mengimbangi aditif lain (seperti dispersant dan fluida loss control agent), agar tidak tertunda proses pengerasan suspensi semennya. Sumur-sumur yang dangkal seringkali menggunakan accelerator, karena selain temperatur dan tekanan yang umumnya rendah, juga karena jarak untuk mencapai target tidak terlalu panjang.
Contoh-contoh aditif yang berlaku sebagai accelerator adalah kalsium klorida , sodium klorida, gipsum, sodium silikat dan air laut.
a.       Kalsium Klorida
Umumnya penambahan kalsium klorida antara 2 - 4% saja kedalam suspensi semen. Pengaruhnya dapat mempercepat thickening time dan menaikkan compressive strength .
b.      Sodium Klorida
Sodium klorida atau Narium klorida dengan kadar sampai 10% BWOMW (By Weight On Mix Water) berlaku sebagai accelarator.
2.      Retarder
Retarder adalah aditif yang dapat memperlambat proses pengerasan suspensi semen, sehingga suspensi semen mempunyai waktu yang cukup untuk mencapai kedalaman target yang diinginkan.
Retarder sering digunakan dalam menyemen casing pada sumur-sumur yang dalam, sumur-sumur yang bertemperatur tinggi atau untuk kolom penyemenan yang panjang.
Aditif yang berlaku sebagai retarder antara lain lignosulfonat, senyawa-senyawa asam organik dan CMHEC (Carboxymethyl Hydroxymetyl Celolulose).

a.       Lignosulfonat
Lignosufonat merupakan polymer yang terbuat dari pulp. Umumnya dengan kadar 0,1 - 1,5% BWOC (By Weight On Cement) efektif dicampur ke dalam suspensi semen untuk berfungsi sebagai retarder.
b.      CMHEC
CMHEC atau Carboxymethyl Hydroxyetyl Cellulose merupakan polisakarid yang terbentuk dari kayu, dan tetap stabil bila terdapat alkalin pada suspensi semen.
3.      Extender
Extender adalah aditif yang berfungsi untuk menaikkan volume suspensi semen, yang berhubungan dengan mengurangi densitas suspensi semen tersebut. Pada umumnya penambahan extender ke dalam suspensi semen diikuti dengan penambahan air.
Adapun yang termasuk extender antara lain bentonite, attapulgite, sodium silikat, pozzolan, perlite dan gilsonite.
a.       Bentonite
Bentonite bersifat banyak mengisap air, sehingga volume suspensi semen bisa menjadi 10 kalinya. API merekomendasikan bahwa setiap penambahan 1% bentonite ditambahkan pula 5,3 % air (BWOC), yang berlaku untuk seluruh kelas semen. Pengaruh lain dari penambahan bentonite adalah yield semen naik, kualitas perforasi lebih baik, compressive strength menurun, permeabilitas naik, viskositas naik dan biaya lebih murah. Untuk temperatur di atas 110oC (230oF), penambahan bentonite akan menyebabkan turunnya compressive strength secara drastis.
b.      Sodium Silikat
Sodium silikat dengan kadar 0,2 - 3% BWOC dapat menurunkan densitas suspensi semen dari 14,5 ppg menjadi 11 ppg. Dan umumnya dengan bertambahnya kadar sodium silikat tersebut, maka compressive strength semen menurun.


c.       Pozzolan
Pozzolan terbentuk dari material-material seperti aluminium dan silika yang bereaksi dengan kalsium hidroksida. Ada dua jenis pozzolan, yaitu pozzolan alam seperti diatomaceous earth dan pozzolan buatan seperti fly ashes. Diatomaceous earth sebagai extender tidak memperbesar viscositas suspensi semen dan harganya cukup mahal. Sedangkan fly ashes dapat mempercepat naiknya compressive strength serta harganya sangat murah.
d.      Expanded Perlite
Perlite merupakan extender yang berasal dari batuan vulkanik. Penambahan Perlite biasanya diikuti dengan penambahan bentonite sekitar 2 - 4% untuk mencegah terjadinya pemisahan dengan slurry.
e.       Gilsonite
Gilsonite terjadi pada mineral aspal, yang mula-mula ditemukan di Colorado dan Utah. Dengan spesific gravity 1,07 dan cukup dengan jumlah air yang sedikit (sekitar 2 gal/ft3) akan didapat densitas suspensi semen yang rendah. Kadar gilsonite sampai 50 lb yang dicampur dengan 1 sak semen Portland dapat menghasilkan densitas suspensi semen sekitar 12 ppg.
4.      Weighting Agents
Weighting agents adalah aditif-aditif yang berfungsi menaikkan densitas suspensi semen. Umumnya weighting agents digunakan pada sumur-sumur yang mempunyai tekanan formasi yang tinggi.
Aditif-aditif yang termasuk ke dalam weighting agents adalah hematite, ilmenite, barite dan pasir.
a.       Hematite
Hematite adalah material berbentuk kristal yang berwarna merah. Dengan mempunyai spesific gravity sebesar 4,95, maka hematite termasuk paling efisien sebagai weighting agent. Densitas suspensi semen bisa mencapai 19 -22 ppg bila ditambah hematite.



b.      Ilmenite
Ilmenite merupakan aditif yang terbaik sebagai weighting agent. Material ini merupakan inert solid dan tidak berpengaruh terhadap thickening time. Dengan mempunyai spesific gravity sekitar 4,45, maka supensi semen bila ditambahkan ilmenite bisa mencapai densitas lebih dari 20 ppg.
c.       Barite
Barite merupakan aditif yang paling umum digunakan sebagai weighting agent, baik itu untuk suspensi semen maupun dalam lumpur pemboran. Penambahan barite harus disertai pula dengan penambahan air untuk membasahi permukaan partikel barite yang besar. Dengan spesific gravity 4,23, maka barite dapat menaikkan densitas suspensi semen sampai sekitar 19 ppg.
d.      Pasir
Pasir yang digunakan sebagai weighting agent adalah pasir Ottawa. Dengan spesific gravity 2,63, maka densitas suspensi semen yang mengandung pasir Ottawa ini dapat mencapai 18 ppg. Penggunaan pasir Ottawa ini biasanya digunakan untuk menyemen lubang sebagai tempat pemasangan whipstock dan untuk plug job.
5.      Dispersant
Dispersant adalah aditif yang dapat mengurangi viskositas suspensi semen. Pengurangan vikositas atau friksi terjadi karena dispersant mempunyai kelakuan sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan suspensi semen menjadi encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulen walaupun dipompa dengan rate yang rendah.
Aditif-aditif yang tergolong dispersant adalah senyawa-senyawa sulfonat.
Polymelamine Sulfonate.
Polymelamine sulfonate (PMS) dengan kandungan 0,4% BWOC sering dicampur dengan suspensi semen sebagai dispersant. Sampai temperatur 85oC (185oF), PMS tetap efektif karena unsur-unsur kimianya masih stabil.

6.      Fluid-Loss Control Agents
Fluid-loss control agent adalah aditif-aditif yang berfungsi mencegah hilangnya fasa liquid semen ke dalam formasi, sehingga terjaga kandungan cairan pada suspensi semen.
Pada primary cementing, fluid-loss yang diijinkan sekitar 150 - 250 cc yang diukur selama 30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan pada tekanan 1.000 psi. Sedang pada squeeze cementing, fluid-loss yang diijinkan sekitar 55-65 cc selama 30 menit dengan menggunakan saringan ukuran 325 mesh dan pada tekanan 1.000 psi.
Aditif-aditif yang termasuk ke dalam fluid-loss control agents diantaranya polymer, CMHEC dan latex.
a.       Lost Circulation Control Agents
Lost circulation control agents merupakan aditif-aditif yang mengontrol hilangnya suspensi semen ke dalam formasi yang lemah atau bergoa. Biasanya material lost circulation yang dipakai pada lumpur pemboran digunakan pula dalam suspensi semen.
Aditif-aditif yang termasuk dalam lost circulation control agents diantaranya gilsonite, cellophane flakes, gipsum, bentonite dan nut shell.
7.      Special Additives
Ada bermacam-macam aditif lainnya yang dikelompokkan sebagai special additives, diantaranya silika, mud kill, radioactive tracers, fibers, antifoam agents dan lainnya.
a.       Silika
Bubuk silika atau tepung silika umumnya digunakan sebagai aditif dalam operasi penyemenan supaya strength semen tidak hilang pada temperatur tinggi.
Dari test difraksi sinar-X menghasilkan bahwa penambahan silika sebanyak 20 - 40% menunjukkan naiknya strength semen bila temperatur diatas 110oC (230oF), dan pada temperatur yang sama bila suspensi semen tidak mengandung silika bila semen telah mengeras akan kehilangan strengthnya sampai setengah kalinya setelah 14 jam.
Test difraksi sinar-X ini menerangkan bahwa strength retrogression terjadi karena munculnya produk kalsium hidroksida dan alpha dicalcium silicate hydrate dalam semen. Produk ini munculnya dapat sekaligus berdua atau sendiri-sendiri, tergantung pada temperatur saat penyemenan terjadi. Ketika silika telah ditambahkan, sebagian silika tersebut bereaksi dengan kalsium hidroksida membentuk dicalcium silicate hidrate, dan sebagian silika lagi bereaksi dengan alpha dicalcium silicate hydrate membentuk mineral yang dikenal sebagai tobermorite ini yang memberikan strength semen tetap kuat.
Silika dapat ditambahkan kedalam semua kelas semen yang ada. Penambahan silika yang baik sekitar 30 - 40%. Tepung silika yang berukuran kurang dari 200 mesh dapat ditambahkan air sebanyak 40% dari berat silika. Gambar 22 adalah gambaran mengenai pengaruh penambahan silika
b.      Mud Kill
Mud Kill berfungsi sebagai aditif yang menetralisir bubur semen terhadap zat-zat kimia dalam lumpur pemboran. Contoh mud kil adalah 'paraformaldehyde'. Mud kill juga memberi keuntungan, seperti memperkuat ikatan semen dan memperbesar strength semen.
c.       Radioactive Tracers
Radioactive tracers ditambahkan ke dalam suspensi semen supaya memudahkan operasi logging dalam menentukan posisi semen dan mengetahui kualitas ikatan semen.
d.      Antifoam Agents.
Adanya foam dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya tekanan pemompaan, maka untuk mencegahnya ditambahkan antifoam agent. Polypropylene Glycol adalah contoh antifoam agent yang sering digunakan, karena selain efektif juga harganya murah.
3.5 Perhitungan pada penyemenan
API Spec. 10 (1988) secara khusus membahas jumlah air yang harus ditambahkan ke dalam bubuk semen. API Spec. ini berhubungan dengan densitas suspensi semen (umumnya SG = 3.14 gr/cc untuk semen Portland), tergantung pada kelas semen (Tabel 6) dan umumnya merupakan fungsi dari luas permukaan semen. Dan bila additive hadir dalam suspensi, jumlah air yang sudah ditambahkan dengan tepat untuk mencapai densitas yang diinginkan akan berubah.
PROPERTIES OF NEAT CEMENT SLURRIES
Class
Slurry Weight /lb/gal
Gallons Mixing Water/sk
Cut.ft Slurry/sk Cement
Percent Mixing Water
A
15.6
5.20
1.18
46
B
15.6
5.20
1.18
46
C
14.8
6.32
1.32
56
D
16.46
4.29
1.05
38
G
15.8
4.97
1.15
44
H
16.48
4.29
1.05
38
Tabel 3.1. Sifat-sifat Slurry Neat Semen
3.5.1. Specific Gravity
Specific Gravity (SG) semen Portland berkisar antara 3.10 sampai 3.25 tergantung kepada material dasar yang digunakan dalam pembuatannya. Untuk perhitungan selanjutnya asumsi SG digunakan harga 3.14 gr/cc.
3.5.2. Volume absolute dan Volume Bulk
Volume absolute suatu material adalah volume yang mencakup hanya volume material itu sendiri (tidak termasuk volume udara yang terdapat di sekeliling partikel). Sedangkan volume yang mencakup volume material ditambah volume udara disekitarnya disebut dengan volume bulk.
Semen Portland umumnya mempunyai volume bulk 1 cuft untuk 94 lb, yang sering disebut dengan "sack". Volume absolute untuk 94 lb semen adalah 0.48 cuft (3.59 US Gallon). Untuk semen semen lain akan memiliki volume absolute dan bulk yang berbeda. Tabel 2 memperlihatkan beberapa data volume absolute dan bulk dari berbagai semen (dalam SI dan English Unit).


Sack Weight
(lb)
Bulk Volume
(ft3/sk)
Absolute Volume
(gal, lb)           (m3/T)
API Classes A through H
94
1.0
0.0382
0.317
Class J
94
1.0
0.0409
0.341
Trinity Lite Wate
75
1.0
0.0409
0.375
TXI Lightweight
75
1.0
0.0425
0.355
Ciment Fondu
87.5
1.0
0.0373
0.312
Luinnite
94
1.0
0.0380
0.317
Tabel 3.2. Volume Absolute dan Bulk
Sedangkan Volume absolute dan bulk untuk berbagai material additive semen biasanya diberikan oleh masing-masing pabrik pembuatnya. Tabel 3.2, memperlihatkan informasi berbagai volume absolute dan SG beberapa jenis aditif.












Material
Absolute Volume
(gal/lb)      (m3/T)
Specific Gravity
Barite
0.0278
0.231
4.33
Bentonite
0.0454
0.377
2.65
Coal (ground)
0.0925
0.769
1.30
Gilsonite
0.1123
0.935
1.06
Hematite
0.0244
0.202
4.95
Llmenite
0.0270
0.225
4.44
Silica Sand
0.0454
0.377
2.65
NaCl (above saturation)
0.0556
0.463
2.15
Fresh Water
0.1202
1.000
1.00
Tabel 3.3. Volume Absolute dan SG beberapa jenis aditif
3.5.3.  Konsentrasi Aditif
Konsentrasi dari sebagian besar aditif yang ditambahkan ke dalam semen dinyatakan dalam persen berat semen (BWOC, by weight of cement). Metoda ini juga digunakan dalam proses penambahan air. Sedangkan untuk aditif dalam bentuk cair umumnya menggunakan istilah gallon per sack semen.
3.5.4. Densitas Semen dan Yield
Densitas semen dihitung dengan menambahkan massa dari komponen suspensi semen dan dibagi dengan total absolute volume atau untuk menentukan densitas (lb/gal), total berat (pounds) dibagi dengan total volume (gallons). Hampir semua perhitungan densitas berdasarkan harga satu sack semen adalah 94 lb.
Yield semen adalah volume yang mencakup satu unit semen ditambah semua additive dan air pencampur. Untuk satuan semen sering disebut dengan sack, dan yield semen dinyatakan dalam cuft/sk. Yield semen digunakan untuk menghitung jumlah sack semen yang diperlukan untuk mencapai keperluan volume di annulus.
CATATAN : Untuk aditif yang jumlahnya kurang dari 1 % biasanya dalam perhitungan diabaikan.
3.5.5. Penentuan densitas dan yield suspense semen
Densitas semen didefinisikan sebagaikan sebagia perbandingan antara berat suspensi semen terhadap volume suspensi semen yang di rumuskan sebagai berikut :
…………………………………………………………….………………...…(3.1)
Dimana :
Dbs         = densitas suspense semen, ppg
Gbk         = berat bubuk semen, lbs
Gw       = berat air, lbs
Ga        = berat additive , lbs
Vbk       = volume bubbuk semen, gallon
Vw       = volume air, gallon
Va        = volume additive, gallon

Gambar 3.1. Diagram alir perhitungan densitas dan yield suspense semen
…………………………………………………………………………...…….(3.2)
Dimana :
Yield    = Volume yang mencakup satu unit semen ditambah semua additive dan air pencampur,  ft3/sak
Vs         = Volume suspense semen, gallon
Vs         = Yield * Sak semen
  …………………………………………………….(3.3)
3.5.6. Volume Annulus
Volume Annulus dihitung untuk menentukan jumlah semen yang diperlukan untuk melakukan operasi penyemenan. Perhitungan ini biasanya berdasarkan ukuran bit ditambah volume tambahan yang biasanya berdasarkan pengalaman lapangan (umumnya 10 % - 15 %). Perhitungan ini memungkinkan service company menentukan total waktu yang diperlukan untuk mencampur dan memompakan semen serta mendorongnya ke dalam annulus.
............................................................................................................................(3.4)
Dimana :
Van       = Volume annulus, ft3
OH      = Diameter lubang, in
ODc    = Diameter luar casing, in
H         = Tinggi annulus yang akan disemen, ft
3.5.7. Volume pendorong plug
Volume pendorong plug dapat dihitung dengan mudah, yaitu berdasarkan kapasitas dari pipa atau casing. Umumnya dilakukan dengan mengalikan panjang pipa (atau segmen pipa bila string yang digunakan tidak memiliki ukuran dan berat) dengan kapasitas dari pipa atau casing. Volume ini biasanya digunakan pompa dan landing collar.
............................................................................................................................(3.5)
Dimana:
Vd        = Volume pendorong plug, bbl
IDc      = Diameter dalam casing, in
H         = Tinggi casing, ft




3.6. Peralatan Penyemenan
Proses penyemenan terdiri dari pencampuran air dengan semen dalam perbandingan tertentu dan dengan additive tertentu pula. Pendorongan semen dapat dilakukan dengan sistem sirkulasi ke belakang casing, ditekan masuk ke formasi atau ditempatkan sebagai suatu plug atau sumbat pada lubang yang tidak merupakan perforasi completion (misalnya disini open hole completion). Peralatan penyemenan pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu peralatan di atas permukaan (surface equipment), dan peralatan bawah permukaan.
3.6.1. Peralatan Permukaan
Peralatan penyemenan terdapat di atas permukaan meliputi Cementing unit, Flow line, dan Cementing head.
1.      Cementing Unit
Cementing unit adalah merupakan suatu unit pompa yang mempunyai fungsi untuk memompakan bubur semen (slurry) dan lumpur pendorong dalam
proses penyemenan.
Cementing Unit terdiri dari :
a.       Tanki Semen, Untuk menyimpan semen kering.
Gambar 3.2. Tangki semen



b.      Hopper, Untuk mengatur aliran dari semen kering agar merata.
Gambar 3.3. Hopper
c.       Jet Mixer, Mixer yang umum digunakan sekarang ini adalah jet mixer dimana dipertemukan dua aliran yaitu bubur semen dan air yang ditentukan melalui venturi agar dapat mengalir dengan deras dan dapat menghasilkan
turbulensi, yang dapat menghasilkan pencampuran yang baik dan benar
-benar homogen. Densitas slurry dapat diukur dengan mud balance
Gambar 3.4. Jet Mixer


d.      Motor penggerak pompa dan pompa semen
berfungsi untuk memompa bubur semen. Mengontrol rate dan tekanan, jenis pompa dapat berupa duplex double acting piston pump dan single acting triplex plunger pump. Plunger pump lebih umum dipakai karena slurry dapat dikeluarkan dengan rate yang lebih uniform dan tekanannya lebih besar.
Gambar 3.5. Pumping Unit
Jenis-jenis Cementing unit :
1.      Truck mounted cementing unit
2.      Marine cementing unit
3.      Skit mounted cementing unit
2.      Flow Line
Pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur semen yang dipompakan dari cementing unit ke cementing head.
3.      Cementing Head
Berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk ke lubang bor. Ada dua tipe cementing head, yaitu :
Gambar 3.6. Cementing Head
a.       Mac Clatchie Cementing Head
Merupakan tipe cementing head yang cara penggunaannya pada waktu pemasukan bottom plug dan top plug dengan jalan membuka dan memasang kembali.
b.      Plug Container
Jenis ini tidak praktis dari pada mac clatchie, karena pada plug contanier ini memasangnya top plug dan bottom plug tidak perlu membukanya, akan tetapi sudah terpasang sebelumnya.
3.6.2. Peralatan Bawah Permukaan
Peralatan penyemenan bawah permukaan meliputi :
1.      Casing
Merupakan pipa selubung yang berfungsi untuk :
a.       Melindungi lubang bor dari pengaruh fluida formasi dan tekanan-tekanan disekitarnya.
b.      Melindung lubang bor dari guguran
c.       Memisahkan formasi produktif satu dengan lainnya.
d.      Bersama-sama semen memperkuat dinding lubang serta mempermudah operasi produktf nantinya.



Jenis-jenis casing :
·         Conductor casing
·         Intermediate casing
·         Production casing
2.      Centralizer
Gambar 3.7 Centralizer
Untuk mendapatkan cincin semen yang baik (merata), casing harus terletak ditengah-tengah lubang, untuk itu casing dilengkapi dengan centralizer.
Fungsi dari centralizer sebagai berikut :
a.       Menempatkan casing di tengah-tengah lubang
b.      Menyekrap mud cake
c.       Mencegah terjadinya differntial sticking
Centralizer dibuat dari bahan baja, sehingga mampu mendorong casing di tengah-tengah lubang.







3.      Scratcher
Gambar 3.8. Rotaring Scracher dan Reciprocating Scracher
Adalah suatu alat yang dirangkaikan/dipasang pada casing dan berfungsi untuk membersihkan dinding lubang bor dari mud cake, sehingga didapat lubang bor yang bersih. Ada dua jenis scratchers , yaitu Rotation type wall scratchers dan Reciprecasing type scratcher.
Pemasangan scratchers pada casing pada umumnya dilas, tetapi dewasa ini dipasang dengan step collar atau clemps. Receiprecasing scratcher umumnya dipasang pada interval 15-20 ft sepanjang daerah yang disusun, sedang relating scretcher dipasang pada zone produktif (porous).
4.       Peralatan Floating
Peralatan floating terdiri dari casing shoe, float shoe, guide collar dan float collar.
a.       Casing Shoe
Biasanya berbentuk bulat pada bagian bawah dan ditempatkan pada ujung terbawah dari rangkaian casing dan didalamnya tidak terdapat valve. Berfungsi sebagai sepatu dan pemandu untuk memudahkan pemasukan rangkaian casing agar tidak terjadi sangkutan pada didnding lubang bor. Shoe ini bersifat drillable atau dapat dibor kembali.
Gambar 3.9. Guide Casing Shoe
b.      Float Shoe
Pada prinsipnya adalah sama dengan casing shoe, perbedaannya terletak pada adanya valve yang berfungsi untuk :
·         Mencegah aliran balik, mencegah blowout pada saat casing diturunkan.
·         Mencegah aliran balik semen, setelah proses penyemenan
·         Memperkecil beban menara.
Gambar 3.10 Float Shoe
c.       Casing Collar
Casing collar adalah sambungan pendek yang dipasang di atas shoetrack. Alat ini berfungsi manahan cementing plug setelah penyemenan.
Bila casing shoe adalah float shoe, maka casing collar umumnya tidak pakai floating system.  Casing collar yang pakai floating system disebut dengan float collar.
Gambar 3.11. Casing Collar

5.       Shoe Track
Merupakan pipa casing yang dipasang antara shoe dan collar, sepanjang satu batang atau lebih, tergantung dari ketinggian semen di annulus, karena ketinggian semen di annulus akan menentukan perbedaan tekanan hidrostatik diluar dan didalam casing pada waktu memasukkan top plug. Shoe track berfungsi untuk menampung bubur semen yang bercampur udara atau lumpur pendorong, agar tidak keluar ke annulus disekitar shoe. Memasukkan udara pada bubur semen ini terjadi bila penyemenan menggunakan mac clatchie cementing head, yaitu pada saat cementing head dibuka sampai memasuki top plug dan pemasangan cementing head kembali. Udara masuk karena adanya penurunan tekanan semen, akibat perbedaan berat jenis bubur semen didalam casing dan berat jenis lumpur diluar casing.
6.      Bottom Plug
Berfungsi untuk mencegah adanya kontaminasi antara lumpur dengan bubur semen. Jadi untuk mendorong lumpur yang berada didalam casing dan memisahkan casing dari semen dan juga membersihkan mud film didalam dinding casing, pada bottom plug terdapat membran yang pada tekanan tertentu dapat pecah, sehingga semen akan mengalir keluar dan terdorong ke annulus sampai mencapai tujuan yang diharapkan. Bottom plug dibuat dari bahan karet dan bahan dalamnya dibuat dari alumunium.
Gambar 3.12. Bottom Plug
7.      Top Plug
Berfungsi untuk mendorong bubur semen, memisahkan semen dari lumpur pendorong agar tidak terjadi kontaminasi, membersihkan semen dari sisa-sisa semen didalam casing. Alat ini sebagian besar terbuat dari karet dan pada bagian bawahnya digunakan plat alluminium dan tidak mempunyai membran. Apabila top plug ini sudah mencapai bottom plug, maka tekanan pompa akanm naik secara tiba-tiba dan pada saat itu pemompaan dihentikan.
Gambar 3.13. Top Plug



BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data-data yang berhubungan dengan laporan kerja prakik ini penulis menggunakan metode :
1.      Studi pusaka
Mengumpulkan data dan informasi yang dikutip dari buku-buku referensi maupun modul-modul yang berhubungan dengan cementing desain dan melalui media internet.
2.      Observasi Lapangan Merupakan pengumpula melalui aspek secara nyata dilapangan dengan melihat kegiatan proses cementing secara langsung serta cara kerja alat yang digunakan pada proses pengoperasian tersebut
3.      Diskusi dan Wawanacara
Merupakan kegiatan pengambilan data dengan cara bertanya dan diskusi secara langsung dengan pembimbing dilapangan dan operator lapangan lainnya terkait dengan materi tugas akhir yang diambil. Dengan menyatakan langsung kepada teknisi laboratorium ,operator lapangan dan field supervisor hal yang berkaitan dengan pengujian slurry,peralatan penyemenan,teknik penyemenan dan kalkullasi ataupun perhitungan slurry.
4.2. Pengolahan data
Proses pengolahan dari data-data yang sudah diperoleh baik dari lapangan maupun sumber dari referensi lainnya, Adapun tahapan-tahapan di beberapa perhitungan diantara adalah sebagai berikut :
1. Menghitung kapasitas Casing
Perhitungan pertamakali pada penyemnan urutannya sebagai berikut :
a.       Perhitungan kapasitas annulus, Diameter Lubang Sumur (OH) dengan Diameter Luar Casing (ODc) 20” dengan satuan cuft/ft menggunakan persamaan 3.4.
b.      Perhitungan kapasitas anuulus antara diameter dalam casing yang sudah dipasang dengan diameter luar casing dengan satuan cuft/ft menggunakan persamaan 3.5.
2. Menghitung kebutuhan Volume Slurry Semen
a.       Perhitungan kapasitas Lead slurry dan Top slurry dengan persamaan 3.4.
b.      Perhitungan Volume Shoe Track, pocket, dan Volume Diplacement dengan persamaan 3.5.
c.       Perhitungan jumlah seluruh kapasitas semen yang dibutuhkan casing 20”.
d.      Perhitungan Yield, Total Mix Water dan Total Mix Fluid.
3. Menghitung kebutuhan material cement dan additive
Setelah menghitung kapasitas sluury dan diketahui berapa sack total sluury maka kita menghitung berapa banyak semen, air dan additives yang digunakan.
a.      Perhitungan total slurry yang digunakan pada lead dan tail dengan rumus Total lead + Total Tail
b.      Perhitungan additives yang digunakan pada semen dengan menggunakan rumus
Consetration Additives × total slurry semen
4. Bagan Air Penelitian
Untuk memudahkan dalam memahami penelitian Kerja Praktek ini terhadap urutan ataupun tahapan penyusunan metode untuk mengetahui langkah langkah apa saja yang dilakukan agar apa saja yang dibahas bisa menjadi jelas dan dimengerti maka dari itu, penulis membuat kerangka bagan air penelitian dapat dilihat sebagai berikut


 


BAB V
PEMBAHASAN
Program penyemenan adalah salah satu program yang cukup berpengaruh pada kegiatan pemboran, secara umum diketahui bahwa penyemenan adalah proses pendorongan bubur semen ke dalam casing naik ke annulus yang kemudian didiamkan hingga mengeras dan melekatkan casing pada formasi. Adapun untuk menentukan berhasilnya proses penyemenan tersebut :
5.1. Jenis Aditif yang dibutuhkan pada semen
a.       Acelarator, merupakan zat aditif yang berfungsi untuk mempercepat proses pengerasan bubur semen.
b.      Friction Reducer, digunakan untuk mengurangi gaya gesek yang diakibatkan oleh semen terhadap formasi.
c.       Defoamer, merupakan zat aditif yang berfungsi mengurangi dan menghalangi pembentukan busa pada bubur semen.
5.2. Langkah-langkah penyemenan casing menggunakan metode single stage cementing
a.       lakukan sirkulasi lumpur untuk membersikan lubang dari cutting atau runtuhan-runtuhan dinding lubang atau runtuhan mudcake, dimana saat sebelum melakukan sirkulaasi lumpur, saluran valve yang bawah pada cementing head dibuka saluran tengah dan saluran atas ditutup.
b.      setelah lubang bersih sirkulasi dihentikan, tutup saluran paling bawah pada cementing head buka saluran tengah untuk memompokan cairan spacer guna memberikan pembatas antara lumpur pemboran dan cement slurry agar tidak tercampur.
c.        pin (2) dibuka pin tersebut untuk membuka Bottom Plug, kemudian pompakan bubur semen sejumlah volume yang telah ditentukan. Bottom Plug akan mendorong lumpur yang ada didalam casing, dan bottom plug didorong oleh bubur semen.
d.      Pemompaan lumpur pendorong dilakukan dengan drillpipe terus sampai diafragma dari bottom plug pecah. Ini dapat terlihat dari tekanan pemompaan yang turun secara mendadak.
e.       Bubur semen akan masuk kedalam bottom plug terus kedalam dan terus melalui shoe dan naik ke annulus.
f.        Pin (1) yaitu Top Plug dibuka atau dicabut, valve saluran tengah ditutup, dan dibuka saluran paling atas pada cementing head untuk memompakan lumpur sebagai media pendorong Top Plug.
g.       Hal ini berjalan terus sampai Top Plug berimpit dengan Bottom Plug diatas casing colar dan penyemenan selesai.
Pada Penyemenan Casing 20” Mengunakan Drill Pipe (DP), sedangkan Shoe yang dipakai adalah Duplex Float Shoe, karena Casing ini memiliki ukuran diameter besar sehingga dengan system ini diperlukan volume displace sedikit (sepanjang DP) dan waktunya lebih cepat. Berbeda dengan penyemenan Single Stage biasa. Ada ketentuan penggunaan metode ini yaitu :
a.       Tidak Menggunakan Bottom plug dan Top Plug
b.      Penyemenan melalui Drill pipe
c.       Tidak Terhubung Pada BOP
d.      Memakai aditif biasa
e.       Lebih butuh banyak excess







5.3. Casing Diagram
Dari casing diagram sumur X yang disemen adalah casing 20” dengan kedalaman sumur 120 meter dengan pemasangan casing sepanjang 119 meter, pocket sepanjang 1 meter dengan pendorongan bubur semen menggunakan drillpipe 31/2“
Gambar 5.1. Diagram Casing
I. WELL DATA :








TOTAL DEPTH
120.0
MTR






PREV. CASING

INCH

LB/FT

INCH I.D
0.0
MTR
EXIST. CASING
20   
INCH
94.0
LB/FT
19.124
INCH I.D
119.0
MTR
D.P/TUBING
3 1/2
INCH
9.50
LB/FT
2.992
INCH I.D
119.0
MTR
OPEN HOLE
26   
INCH

DSCC

0.0
MTR

STUB IN SHOE
119.0
MTR

SHOE PREV CSG
0.0
MTR

FLOAT COLLAR

MTR

TOP OF TAIL
0.0
MTR

LEAD SLURRY
TAIL SLUFRRY
DENSITY


PPG
DENSITY

15.80
PPG
YIELD


CUFT/SX
YIELD

1.169
CUFT/SX
WATER


GPS
WATER

4.924
GPS








5.4. Data sumur yang akan disemen
Tabel 5.1. Data Sumur
5.5. Perhitungan Kapasitas lubang
Perhitungan kapasitas bubur semen untuk mengetahui kapasitas annulus antara OH dengan OD casing, kapasitas pocket dan dirillpipe sebagai pendorong semen.
1. Anulus anatara OH dengan ODc
/ft
2. Pocket
/ft



3. Kapasitas Drill Pipe
Drill pipe digunakan untuk mendorong bubur semen
/ft
5.6. Perhitungan Kapasitas bubur semen yang dibutuhkan dan seberapa    banyak aditif yang diperlukan
perhitungan kapasitas bubur semen meliputi total semen yang dibutuhkan dapam proses penyemenan. Aditif yang diperlukan agar semen bisa bekerja dengan baik dan optimal.
5.6.1. Perhitungan Kapasitas bubur semen
1. Total semen yang dibtuhkan annulus dengan 100 % Excces di Open Hole
2. Pocket
 
Total bubur yang dibutuhkan
 
Dengan excces 100 % didapatkan hasil total volume bubur semen pada casing 20” sebanyak 1199.64 cuft atau 213.66 bbl

5.6.2. Perhitungan Displacement Volume
Total displacement volume (volume pendorong semen) yang dibutuhkan pada proses pendorongan sebanyak 3.40 bbl.
3.  Sack of Cement
4. Total Mix Water
 
5. Total Mix Fluid
6. Aditif yang diperlukan dalam bubur semen
IV. MATERIAL REQUIRED :



ADDITIVES/
TAIL SLURRY
PRODUCTS
CONCENTRATION
TOTAL

CEMENT



1,026
SACKS
ACCELERATOR
1.50
%BWOC
1,446.7
LBS
FRICTION REDUCER
0.05
GPS
51.3
GALS
DEFOAMER
0.03
GPS
30.8
GALS










Tabel 5.2. Additive yang Diperluan Semen
 
5.7. Perhitungan waktu yang dibutuhkan untuk penyemenan
Perhitungan disini adalah perhitungan berapa lama proses penyemenan berlangsung dimana proses pemompaan semen dilakukan.
5.7.1. Prosedur Kerja
a.      Flush cementing line and perform pressure test up to 2000 psi. Hold for 5 minutes.
b.      Install cementing cap
c.       Perform pre job safety meeting
d.      Pump  10.0 Bbl water ahead
e.       Mix & pump 213,66 bbl of tail slurry with  1026 sxs cement 'g' class and density 15,8 ppg
f.        Displace with 3,4 bbl of fresh water .
g.      Open cementing cap and pooh tbg to surface
h.      Job complete and wait on cement
Pompa Air 10 bbl
6
BPM
1.7
min
Pendorongan semen naik ke annulus
4
BPM
53.4
min
Pendorongan semen (Displacement
6
BPM
0.6
min
PUMP TIME
55.65
min
SAFETY
60
min
JOB TIME
115.65
min
Tabel 5.3. Hasil Waktu yang Dibutuhkan
Dibutuhkan waktu untuk penyemenan mengisi air sebanyak 10 bbl selama 1.7 menit dengan kecepatan 6 bbl/min, lalu semen di mix dan di dorong menggunakan drillpipe dibutuhkan waktu selama 53.4 menit dengan kecepatan 4 bbl/min dengan pendorong semen (displacement) selama 0.6 menit dengan kecepatan 6 bbl/menit dan Safety Briefing selama 60 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan penyemenan dibutuhkan 115.65 menit.

5.8. Analisa Hasil Perhitungan
Dari tahapan-tahapan perhitungan bubur semen serta air dan aditif didapat kita ketahui pada casing yang akan dilakukan penyemenan dengan menggunakan smen class ”G”, didapatkan total dari OH 26” dengan ODc 20” sepanjang 119 meter dan pocket sepanjang 1 meter dengan excces 100 % didapatkan hasil 1199.64 cuft atau 213.66 bbl.
Untuk pencampuran semen dibutuhkan air sebanyak 120.29 bbl, Sedangkan total fluida atau total pencampuran antara aditif dan air sebanyak 126.27 bbl. Penambahan aditif dibutuhkan 1446.7 lbs accelarator, 51.3 gals friction reduser dan 30.8 gals deafoamer. Dan volume pendorong semen (Displacement Volume) yang mana menggunakan lumpur pendorong yang berasal dari lumpur pemboran sebanyak 3.4 bbl,setelah dilakukannya analisa dan perhitungan seperti diatas barulah job penyemenan dapat dilakukan sesuai SOP dan dibutuhkan waktu untuk pompa penyemenan agar naik ke annulus selama 55.65 menit dan safety briefing selama 60 menit maka penyemenan yang dilakukan pada casing 20” selama 115.65 menit


BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan pada bab sebelumnya maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      komponen yang digunakan pada proses penyemenan dengan metode single stage cementing  meliputi peralatan tangki semen, hopper, mixing tank, flowline, cementing head dll, sedangkan peralatan dibawah permukaan berupa casing, drill pipe, stracher, centralizer, float shoe dll.
2.      Pada program penyemenan ini digunakan metode pendorongan bubur semen dengan menggunakan drill pipe dikarenakan proses penyemenan casing 20” diameter dalam casing terlalu besar.
3.      Dalam perhitungan telah didapatkan :
Volume total bubur semen            = 1199.64 cuft
Volume Displacement                   = 3.4 bbl
Total Mix Water                            = 120.29 bbl
Total Mix Fluid                             = 126.27 bbl
4.      Aditif yang digunakan pada semen yaitu :
Acelarator, merupakan zat additive yang berfungsi untuk mempercept peoses pengerasan bubur semen.
Friction Reducer, digunakan untuk mengurangi gaya gesek yang diakibatkan oleh semen terhadap formasi.
Defoamer, merupakan zat additive yang berfungsi mengurangi dan menghalangi pembentukan busa pada bubur semen.
6.2. Saran
Sebelum dilakukan proses penyemenan diharapkan mengecek alat-alat agar tidak ada kesalahan teknis dalam melakukan penyemenan dan bisa meminimalisir kegagalan dalam proses penyemenan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
1.     Peralatan penyemenan casing
  1. API.1998.”Apeccification for material and testing for well cement”,API 10.4”
  2. Rubiandini Rudi.2010” Teknik Penyemenan” Bandung : Jurusan Teknik Perminyakan ITB.
  3. Schlumberger Glossary oil field